Monday, March 25, 2013

Still in Lombok (Day 3 - Day 4)

Setelah ber-dada-didi dengan Gili Trawangan, lupa tepatnya jam berapa, tapi saat itu langit masih terang, saya dan Emily pun cus mencari penginapan di sekitar Pantai Senggigi, dan kami masih melewati jalan yang sama dengan jalan berangkat kemarin. Sepanjang perjalanan masih galau mau menentukan mau nginap dimana : di Senggigi atau di Mataram. Pertimbangannya, kalo di Mataram bisa dapat penginapan murah (dibawah 100ribu per malam) tapi gak ada yang bisa dilihat. Sedangkan kalo di Senggigi, penginapannya lebih mahal, tapi banyak yang bisa dikunjungi. Akhirnya kami lebih memilih 'kepuasan' daripada uang.
Sungguh beruntung, entah apa yang menuntun kami ke Sonya Homestay yang memberikan kami sebuah kamar dengan harga Rp 100.000/malam include breakfast untuk 2 orang. Letaknya di pinggir jalan dan berada di pusat keramaian, dan ternyata ada banyak bule2 muda juga yang menginap disitu (lumayan cuci mata). Bahkan kami juga bertemu dengan sekumpulan orang muda  dari Denpasar yang ternyata juga lagi "escape from Nyepi" istilah mereka. Entah kasihan melihat 2 bocah ini atau memang mereka ramah dan sopan, mereka sempat menawarkan kami untuk bergabung dan pulang bareng besoknya. Well, ingat kata orangtua : jangan menerima apapun dalam bentuk apapun  dari orang asing. Oke maaf, kami menolaknya dengan halus.
 
Langit masih terang, pertunjukaan sunset belum dimulai, kami pun langsung mencari pantai, pantai yang sepi, karena kami mau menghindari makhluk2 4l4y yang gak bisa lihat orang senang dan cuma bisa membatasi ruang gerak saja. Akhirnya dapatlah pantai ini (maaf, lupa namanya, soalnya gak terlalu terkenal) yang masih sederetan Pantai Senggigi. Sama dengan  Pantai Senggigi dan sederetan pantai lainnya, pantai ini adalah pantai  pasir hitam. Uniknya pantai ini mempunyai sepetak daratan hijau yang tidak jelas apakah itu rumput atau lumut, bahkan kalo boleh berpendapat saya bilang itu lebih mirip seperti bulu, ya, bulu hijau.
 
Saya dan Emily pun menghabiskan sore itu disitu : tidur2an di permukaan laut sambil menyanyikan lagu2 yang bertemakan alam Indonesia. Entah mengapa jiwa nasionalisme kami bergelora kala itu. Setelah itu kami menikmati sate bulayak yang merupakan makanan tradisional yang banyak dijual dipinggir pantai. Karena hari sudah gelap dan warung2 sudah mau tutup, kami pun dapat sate yang menjadi makan malam kami dengan harga Rp 8000 (maksudnya lebih murah dari harga aslinya).

Tidur malam kali ini puas dan bangun2 udah disediain sarapan sama si empunya homestay : banana pancake and a cup of tea. Pas liat sarapannya meja seberang, ih wow buah-buahan. Dasar bule, cari sensasi aja!
Setelah sarapan, langsung mandi dan siap2 buat check out. Beres sana-beres sini, sekitar jam 9 pagi langsung cus ke Mataram buat cari oleh2. Kunjungan terakhir adalah penjual nasi balap puyung cap Inaq Esun yang terkenal itu. Kenapa terkenal? Silahkan Anda searching sendiri sejarahnya di google, karena saya tidak mau ngomong panjang lebar soal makanan yang berhasil membuat saya, Emily dan Lady (motornya si Emily) mondar mandir sepanjang Jalan Sriwijaya, Mataram, dan ternyata tempat jualannya sudah pindah. Ternyata sumber2 informasi di internet sudah expired. Jadilah kami mencoba nasi puyung Bi Anik (di jalan Sriwijaya juga kalo gak salah) atas rekomendasi seorang ibu yang kami tanyai di pinggir jalan. Untung rasanya tidak mengecewakan, dan dengan harga Rp 8000/porsi nasi yang tampangnya tidak meyakinkan itu membuat kami kepedasan setengah mati.
Nasi puyung mengakhiri perjalanan kami di Lombok. Kami pun tiba di Pelabuhan Lembar, oh ya, sempat di-stop bapak2 di depan pelabuhan, kirain kami salah jalur lagi (maklum trauma sama pak polisi) eh ternyata calo. Pokoknya biar aman jangan coba2 sama yang namanya calo ya. Dengan ongkos yang sama Rp 101.000/motor, kami pun kembali ke Denpasar dengan duduk menggembel di geladak kapal karena hari itu rame sekali, mungkin karena arus balik bagi para perantau yang tinggal di Bali.

Bye Lombok...^_^
Welcome normal life... -_-

Freedom

Well, banyak cara buat menikmati liburan berkelas walaupun dengan budget minim. Salah satunya adalah menjadi backpacker. Menurutnya saya gak selamanya liburan ala backpackers itu identik dengan liburan yang penuh dengan keringat (karena kemana2 jalan kaki) atau tidur di lesehan. Prinsipnya ada hal2 yang perlu dipangkas untuk menekan biaya, dan ada hal yang perlu mengorbankan sejumlah uang untuk mendapatkan kepuasan. Oke, tapi kali ini saya tidak mau membahas soal backpacker tapi membahas mahasiswa (sorry kalo intronya agak sedikit gak nyambung). Jadi, walaupun masih berstatus mahasiswa alias belum berpenghasilan, jangan pikir kita (dibaca:mahasiswa) gak bisa kemana-mana. Intinya ada 2 : menabung. dan jadi backpacker. Yep, kalo kamu cuma mengharapkan uang dari orangtua buat liburan jangan harap bakal dikasih untuk seterusnya. Sekali, dua kali, okelah diizinkan. Tapi kalo keseringan, yang ada kamu disuruh pulang kampung terus dikawinkan sama anak tetangga ( untungnya orangtua saya tidak sesadis itu).  

Nah keuntungan jadi anak perantauan itu adalah kebebasan, tapi ingat kebebasan yang bertanggungjawab (Hihihi, jadi ingat pelajaran PKn waktu SMP). So, jangan sia2kan kepercayaan yang diberikan ortu pada kita. Ngomong2 soal kepercayaan, erat kaitannya juga dengan nilai kuliah dan kesehatan. Kalo nilai kuliahmu bagus, otomatis ortu percaya kalo kita pandai mengatur waktu. Kalo kesehatan kita bagus itu artinya kita bisa mengurus diri sendiri. Jadi jangan coba2 gak makan hanya gara2 mau hemat buat jalan2. Oh ya satu lagi kalo ortu menelepon jangan suka mengeluh. Mengeluh juga menunjukkan kalo kita gak bisa ngurus diri sendiri. So, mulailah bangun kepercayaan ortumu dari sekarang...

Oke sekian dulu pidato dari saya. Mohon maaf kalo kali ini saya sok bijak ^_^

Saturday, March 23, 2013

Lombok Trip - Snorkeling 3 Gili (Day 3)

Setelah ajeb-ajeb kemaren malam- cuma sampe jam 12 aja, maklum kita berdua kan Cinderella, jadi gak boleh lewat tengah malam, beruntung sekali masih bisa bangun subuh2 buat ngejar sunrise. Belajar dari pengalaman sebelumnya, kemaren udah gagal lihat sunset Gili Trawangan, kali ini gak boleh gagal juga lihat sunrise-nya, maka tanpa mandi kami pun langsung gowes menuju pantai ke arah timur. Di perjalanan kami berdua sempat shock melihat Blue Marlin (tempat ajeb-ajeb kemaren) ternyata baru saja bubar. Gileeee emang bener nih pulau kagak ada tidurnya, gak ngantuk kali ya??? Apalagi saat ngeliat wajah-wajah para bule yang masih ngobrol2 berdiri di pinggir jalan tuh,  lebih seger dari muka kita. ckckck

Sesampenya di pantai, jeng-jeng-jeng-jeng gelap gulita menutupi samudra raya. Nah yaudah deh daripada balik ke penginapan, buang2 tenaga, jadilah saya dan Emily tidur2an dulu di pantai.
 
Setelah melihat seberkas cahaya kami pun mulai beraksi Hiaaaaatch...
Berbagai pose dan gaya : iri banget liat Emily yang bisa kayang, maka saya coba gaya lilin aja.  Entah aneh entah norak, udah gak peduli lagi, urat malu udah putus, yang penting gak ada yang kenal!
Setelah sang surya sudah PeDe menampakkan dirinya, maka kami pun kembali ke penginapan, menikmati sarapan pagi yang telah menjadi hak kami, lalu mandi dan bersiap2 untuk check out.

 

Check out, balikin sepeda sewaan, terus lagsung ke jasa snorkeling. Gak sabarrrrr... :) 
Sampe disana, syok ngelihat ramenya orang2 yang nantinya bakalan jadi teman senasib seperjuangan. Dan ihh wow, mayoritas bule (hehehe)

 
Akhirnya laut disini yang menjadi guru bagi saya yang belum pernah snorkeling sama sekali. Heran ya, bahkan selama di Bali pun saya belum pernah snorkeling. Oh ya, sempat kekelep pertama kali turun karena gak tau cara bernafas yang benar pake google mask. Untung ada life jacket. Padahal awalnya sok-sokan gak mau pake life jacket biar kayak para bule, biar  terlihat keren, tapi untung  Emily segera menyadarkan saya. Mungkin karena panik juga kali ya. Akhirnya di spot berikutnya di Freedom of Fish,  karena terlalu penasaran, saya memberanikan diri untuk melepas life jacket dan nyelam ke bawah sebentar. Sungguh keren! Sayang gak ada kamera underwater
Gak kerasa 5 jam sudah, dibawa ke 4 spot snorkeling sambil mengelilingi 3 Gili : Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, dan sempat mampir juga di Gili Air buat lunch. Pokoknya belum puas (nah lo).
Setelah dibalikin ke Gili Trawangan, gak pake mandi langsung pake baju di pinggir pantai (serasa bule), ambil barang2 yang dititipin, dan langsung beli tiket balik ke Bangsal. Eh ternyata tiketnya lebih murah : Rp 10.000/ kepala
Bye Gili Trawangan! See you...

I can't  forget this Party Island 
Island that never sleep
Island of freedom ^_^

Friday, March 22, 2013

Gili Trawangan - Party Island

Kebablasan tidur siang, sampe telat lihat sunset Gili Trawangan yang terkenal itu, membuat saya pengen nangis darah. Udah balapan pake sepeda dan hampir jatuh pula, eh ternyata saya perginya ke arah  timur. Tapi biar salah spot, masih bisa lihat berkas2 sunset yang masih kelihatan indah banget. Pas balik ke penginapan buat cari Emily (jadi ceritanya tadi saya meninggalkan beliau yang lagi mandi gara2 mau ngejar sunset) eh ternyata beliau sudah keluar dari penginapan, jadilah kami kejar-kejaran kayak anak ayam kehilangan induknya (entah siapa yang induk entah siapa yang anak ). Dan setelah bertemu, kami pun memutuskan untuk mencari makan dulu. Awalnya mau coba makan makanan western di bar-bar, tapi memang dasar lidah, perut, dan juga kantong Indonesia banget, akhirnya kami memutuskan untuk makan makanan lokal. Apalagi setelah melihat ada sekumpulan food court menggiurkan yang memang khusus menjual makanan lokal semua. Tapi jangan salah, banyak juga bule yang makan disitu.
 

Kue2 an yang membuat air liur kami nyucur kayak air terjun ini harganya Rp 5000 dipukul rata dan gak bisa ditawar

Setelah keliling memilih makanan mana yang akan disantap malam itu, akhirnya pilihan kami jatuh pada Ikan kakap merah yang dibakar. Setelah ditawar setengah mati, dapatlah harganya Rp 40.000 plus sepiring nasi. Untung rasanya enak.
Selesai makan, kami pun berkeliling lagi tapi kali ini berjalan kaki sembari mencari tempat nongkrong yang pas dari ujung ke ujung. Gak kerasa sudah setengah sebelas malam kami pun akhirnya terdampar juga di Blue Marlin, sebuah bar yang hari itu menjadi tuan rumah party di Gili Trawangan. Yep, berbeda dengan Legian yang mana setiap bar selalu mengadakan party secara bersamaan, kalo di Gili Trawangan party-nya bergiliran. Jadi hanya ada satu bar yang bakalan buat party yang benar-benar till drop. 
 
Tir na Nog, bar Irish yang menjadi pusat keramaian 

Saya dan Emily pun duduk2 sama menikmati segelas cocktail yang proses pemesanannya agak sedikit ribet dan ngelawak. Kenapa? Jadi begini ceritanya. Kami berniat memesan cocktail yang sesuai dengan kantong backpacker yaitu cocktail Happy Hour jam 8-10 malam (maksudnya yg lagi diskon jam segitu). Tapi karena kami datangnya setengah jam sesudah itu, dan kami masih pengen coba cocktail yang Happy Hour-an maka kami pun memanggil mas2-nya. Akhirnya setelah bernegosiasi mas2 itu pun membolehkan kami untuk mendapat cocktail Happy Hour. Terus karena bingung mau pesan yang rasa apa, kita bilang deh sama mas2nya kalo ini pertama kalinya kami mencoba minuman begituan jadi terserah masnya mau buatin rasa apa yang penting alkoholnya yang ringan2 aja. Nah, pas ngantar cocktailnya mas2 itu malah bilang beginian, “Abis kabur dari rumah ya?”
 
Wah, sial… entah tampang kami yang dari tadi bloon atau terlalu bocah, sampe mas2 itu berpikir kalo kami berdua adalah 2 bocah yang lagi kabur dari rumah (wkwkwk). Dan itu semakin didukung oleh rasa cocktail yang dibuatnya untuk kami : seperti air gula plus jeruk nipis yang sering saya minum di kantin.  -_-

Setelah menghabiskan cocktail yang gak meyakinkan itu, kami pun langsung naik ke lantai 2 tempat dimana party berada. Yehaaaa... Dan lihatlah memang hanya dua bocah ini yang berjoget sambil menggandeng ranselnya.

a cool party by Blue Marlin